Purusha-Prakriti Tattva pada Filsafat Samkhya


Penciptaan alam semesta dalam Samkhya Darsana

Alam sebagai fenomena merupakan salah satu aspek bahasan darsana. Sebagai suatu untuk menunjukkan sistem filsafat India (Hindu), yang terbagi atas dua kelompok yaitu : Astika dan Nastika. Dalam mengungkap keberadaan alam semesta, sistem filsafat Samkhya memegang peranan penting di dalam kancah kefilsafatannya diantara sistem-sistem filsafat india (Hindu) lainnya. Secara metafisika, Prakriti hanya tergantung pada aktivitas dari unsur pokok gunanya sendiri. Ia terbentuk dari tiga Guna yang tidak pernah terpisah, saling menunjang satu sama lain, dan saling bercampur (heterogen).

Hanya dalam perubahan heterogen dan ketika Guna Rajas bergetar dan membuat Guna Sattwa dan Guna Tamas bergetar pula sehingga keseimbangannya terganggu, maka terjadi evolusi. Ketika prinsip Rajas aktivitasnya bergetar dan membuat Sattwa dan Tamas bergetar, maka proses penciptaan tidak dapat dihindari. Evolusi dimulai merupakan hasil dari suatu gerak atau perkembangan dari sesuatu, ajaran filsafat Samkhya mengatakan bahwa evolusi terjadi membantu tercapainya tujuan Purusa. Berkembangnya Prakriti tiada lain karena Purusa yang mempengaruhi tiga Guna itu, ibarat minyak, api dan sumbu, demikian hubungan tiga guna yang ada pada Prakriti. Ketiga guna yang membentuk Prakriti tak pernah terpisah, selalu menyatu, namun saling bertentangan satu sama lain. Mereka berada pada setiap benda, dalam komposisi dan intensitas yang berbeda. Hakekatnya menentukan kadar benda dan temperamen manusia.

Tiga Guna dalam keadaan seimbang dan terkendali maka belum terjadi penciptaan. Ini bukan berarti tidak ada aktivitas dari Tri Guna tersebut. Ada kecendrungan dari tiga Guna itu untuk saling mempengaruhi, bertahan dan saling menggangu. Artinya dalam beraktifitas, akan dapat menyebabkan suatu keadaan tegang dan terguncang, masing-masing guna berupaya untuk mengatasi kekuatan guna yang lainnya. Ketika terjadi penyatuan ketiga guna dapat berhubungan dengan Purusa, maka terjadilah secara evolusi objek-objek yang lebih nyata.

Adanya saling mempengaruhi Guna-Guna terdapat dalam Prakriti, maka Prakriti mengalami perkembangan pula. Pengembangan itu akan lebih nyata menjadikan adanya evolusi alam semesta apabila Prakriti saling berhubungan dengan Purusa. Evolusi tidak akan terjadi apabila hanya Purusa yang aktif. Tidak juga karena Prakriti, karena Prakrti tanpa kesadaran. Hubungan Prakriti dan Purusa yang mengandung Tri Guna yang saling berinteraksi satu sama lain menyebabkan berkembangnya unsur penyusun tubuh manusia maupun alam semesta beserta isinya terjadi, yang keseluruhannya terdiri dari 25 prinsip atau Tattwa (asas). Mereka memperlihatkan kerjasama untuk mencapai tujuannya, yakni terciptanya alam semesta ini.

Ketika ketidakseimbangan dari ke tiga Guna tersebut, yang ada dalam Prakriti sebagai akibat pengaruh Purusa, maka memunculkan perwujudan atas evolusi. Dengan kata lain Prakriti berkembang karena pengaruh Purusa.

Mahat adalah sebagai yang paling awal muncul ketika adanya perhubungan yang harmonis antara Purusa dan Prakriti. Mahat yang menjadi benih alam semesta ini. Mahat dari segi psikologi disebut Buddhi, apabila dihubungkan dengan azas kosmis, maka Buddhi adalah azas kewajiban namun bukan merupakan jiwa yang memiliki kesadaran, ia yang halus dari segala proses kecakapan mental untuk lebih mempertimbangkan dan memutuskan segala sesuatu yang diajukan oleh indriya yang lebih rendah, namun Buddhi bukan juga jiwa atau Prakriti yang bersifat kebendaan. Sebagai asas kejiwaan atau psikologi, Buddhi memiliki sifat Jnana (pengetahuan), dharma (kebajikan, Wairagia/tidak bernafsu, dan Aiswarya/ ketuhanan).

Setelah Mahat muncul Buddhi dan kemudian Ahamkara. Ahamkara yakni asas kepribadian atau yang menciptakan kepribadian, sifatnya keakuan (Abhimana) dan asas yang menimbulkan individu-individu. Fungsinya merasakan rasa aku (ego), maka dengan Ahamkara sang diri merasa dirinya mampu bergerak, berkeinginan dan merasa memiliki. Ketika sampai pada evolusi ahamkara inilah, kemudian Prakriti  berkembangan menuju dua arah yakni :

1. Perkembangan ke roh kejiwaan

Manas, sebagai asas kejiwaan yang pertama, manas merupakan pusat indrya lainnya ketika menikmati kenyataan di luar badan jasmani manusia. Ketika pengamatan terjadi, manas bertugas mengatur rangsangan-rangsangan indrya, sehingga menjadi petunjuk yang diteruskan kepada Ahamkara dan Buddhi. Tugas lainnya adalah meneruskan kehendak kepada peralatan indrya yang lebih rendah. Ahamkara mampu memberi perintah kepada organ-organ kegiatan (Karma Indrya) yang ada pada badan manusia, karena sifatnya lebih menonjol. Kemudian muncul Panca Buddhindrya/Panca Jnanendrya (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba). Dilanjutkan dengan lahinya Panca Kamendrya, yakni indrya untuk berbuat seperti daya bicara, memegang, berjalan, daya untuk membuang kotoran, dan daya untuk membuang sperma. Kesepuluh indrya inilah yang tidak dapat dilihat, namun tetap ada pada tubuh manusia. Melalui indrya-indrya pada tubuh manusia dapat mengamati objek-objek yang ada di luar dirinya.

2. Perkembangan ke arah keberadaan/ jasmani.

Dalam perkembangan ini melahirkan asas dunia/alam yang ada di luar diri manusia. Azas ini adalah Panca Tan Matra (lima unsur halus) yaitu sari benih, rasa, suara, sentuhan warna, dan bau. Sifatnya sangat halus sangat sulit diamati dengan mata biasa. Evolusi berikutnya adalah lahirnya unsur-unsur kasar yakni Panca Maha Bhuta, yang menjadikan alam semesta beserta segala isinya. Penggabungan antara unsur-unsur yang halus inilah menimbulkan adanya unsur-unsur Panca Maha Bhuta, proses pengembangan setelah penggabungan itu adalah sebagai berikut:

  1. Unsur suara menimbulkan Akasa (ether).
  2. Unsur suara + raba menimbulkan Vayu (udara)
  3. Unsur suara + raba + warna melahirkan Agni (panas).
  4. Unsur suara + raba + warna + rasa melahirkan Apah (air)
  5. Unsur suara + raba + warna + rasa + bau melahirkan Prthivi (tanah).

Dari semua anasir kasar dan berkembanglah alam semesta beserta segala isisnya. Hanya saja perkembangan itu tidak menimbulkan asas-asas baru lagi seperti perkembangan Mahat, Ahamkara dan Manas. Tahap berikutnya tidak sampai disitu saja. Yang telah tercipta memerlukan penggerak atau asas, yakni jiwa yang menjadi saksi dan menikmati alam ini. Evolusi Prakrti menjadi alam semesta memungkinkan roh menikmati kebahagiaan dan penderitaan sesuai dengan baik buruk penderitaannya.

Terjadilah kehidupan atau kejadian ini yang juga disebut Bhawa (ada) merupakan suatu kejadian sebagia akibat dari terjadinya hubungan antara dua hakekat (Purusa dan Prakriti). Ajaran ini pada mulanya dijumpai didalam kitab Reg Veda pada bagian Purusasukta dan Nasadiasukta. Kemudian ajaran ini ditafsirkan dalam ajaran filsafat Samkhya oleh Rsi Kapila. Dalam Paninisutra I.4.30. mengatakan bahwa Prakrti adalah sebagai aspek alam yang merupakan unsur dari mana segala sesuatu ciptaan ini dijadikan alam semesta ini atau untuk menciptakan manusia.

Proses terjadinya alam semesta ini merupakan Parmana (proses evolusi) yang berkembang menjadi suatu kenyataan yang ada, suatu perubahan besar dari tidak ada (Asa) menjadi yang ada (Sat), atau perubahan dari wujud yang satu kedalam wujud yang baru atau dari Abhawa menjadi Bhawa. Perkembangan Prakriti menjadi alam semesta merupakan perkembangan yang terakhir. Dalam kondisi ini terjadi berbagai perubahan yang senantiasa terjadi saling bergantian di dalam batas-batas tertentu. Misalnya sebatang pohon yang tumbuh lalu mati dan dikembalikan kepada anasir unsur-unsur yang membentuknya (Panca Maha Bhuta).

Namun perkembangan yang pertama dari Mahat (unsur intelek/kemauan) sampai dengan unsur/benih kasar tetap ada disepanjang perputan masa, dan hanya akan dipisahkan pada akhir perputaran masa (Kalpa). Ketika terjadi peleburan alam semesta, hasil–hasil perkembangan Prakriti pada masa perkembangan pertamayang mendahuluinya akan kembali dengan pergerakan yang berlawanan, dan akhirnya masuk ke Prakriti.

Atheistik

Masalah ketuhanan menurut pandangan samkya sangat bertentangan dengan tradisi yang ada dalam masyarakat india. Filosof berpandangan bahwa samkhya menganut theisme atau atheism. Samkya menjadi atheistic karena pengaruh materialisme, jainisme dan budhisme. System ini tidak membangun ketidakadaan tuhan ia hanya menunjukkan bahwa purusa dan Prakriti sudah cukup untuk menjelaskan alam semesta tanpa harus merumuskam hipotesa tentang keberadaan tuhan.

Etika Samkhya

Dalam konsep samkhya, manusia yang lahir di dunia, terikat oleh penderitaan (dukha) yang berjumlah tiga, yaitu :

  1. Adhyatmika : penderitaan yang disebabkan oleh penyebab psiko-fisika intra organik yang mencakup semua penderitaan fisik dan mental,
  2. Adhidaiwika : penderitaan yang disebabkan oleh penyebab super natural,
  3. Adhibhautika : penderitaan yang disebabkan penyebab alam ekstra organik seperti manusia atau binatang.

Oleh karenanyalah tujuan hidup manusia adalah terlepas dari penderitaan tersebut, sehingga mencapai moksa yaitu penghentian total dari semua jenis penderitaan. Jiwa yang bersifat abadi seolah-olah mengalami penderitaan karena pengaruh awidya (kegelapan), jadi belenggu dianggap fiksi belaka karena ego (ahamkara) yang menjadi milik dari Prakriti. Maka dari pembedaan dari jiwa dan bukan jiwalah yang seharusnya dipahami, dengan pemahaman ini maka diharapkan jiva berhenti terpengaruh oleh suka dan duka.

Pembebasan dapat diraih ketika manusia masih hidup (jivanmukti) atau setelah meninggal (vedeha mukti). Pembebasan tidak saja dapat dicapai oleh pemahaman atau pembedaan antara jiwa dan bukan jiwa, namun perlu pula menggunakan metode spiritual, inilah salah satu yang nantinya ditambahkan oleh filsafat Yoga. Dari semua ini pada hakikatnya Samkhya memiliih jalan wiweka atau kebijaksanaan mendalam untuk melepaskan purusa dari jebakan Prakriti.

Tujuan Akhir Ajaran Samkhya

Tujuan akhir dari Ajaran Samkhya adalah kelepasan. Kelepasan dapat dicapai oleh seseorang bila orang tersebut menyadari bahwa purusa tidak sama dengan alam pikiran, perasaan dan badan jasmani. Bila seseoarng belum menyadari hal itu, maka ia tidak akan dapat mencapai kelepasan, akibatnya ia mengalami kelahiran yang berulang-ulang. Jalan untuk mencapai kelaepasan adalah melalui pengetahuan yang benar, latihan kerohanian yang terus menerus, merealisasikan perbedaan purusa dan Prakriti serta cinta kasih terhadap semua makhluk. Dengan demikian samkhya menekankan pada jalan jnana dalam wujud wiweka dan kebijaksanaan untuk melepaskan purusa dari jebakan Prakriti.

 

Berbagi adalah wujud Karma positif